NAFS (bagian pertama)
0Dan kami menjadikannya makhluk yang lain, maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik. Tuhan, Manusia dan Dunia adalah tiga hal yang senantiasa menjadi tema pokok pembahasan Filsafat Agama sepanjang sejarah. Seluruh jerih payah para filosof, kaum teolog dan ilmuan lainnya diarahkan untuk memecahkan dan mendapatkan jawaban yang memuaskan mengenai ketiga hal tersebut. Karena hasil dari perenungan-perenugan itu kemudian akan membantu manusia dalam merumuskan system-sistem yang akan dipakai dalam menjalanikehidupan baik sebagai individu apalagi dalam kehidupan bermasyarakat.
Salah satu sub pembahasan yang urgen terkait manusia adalah pembahasan tentang jiwa /nafs. Disebut urgent karena sebelum manusia membuktikan keberadaan sesuatu diluar dirinya, maka terlebih dahulu dia harus membuktikan keberadaan dirinya. Apakah manusia terdiri dari dua dimensi yakni dimensi ruh dan badan, sebagaimana yang lazim dikatakan oleh kaum teolog, ataukah manusia haya terdiri dari jasad material sebagaimana yang biasa diceramahkan oleh kaum empiris materealis ?. Selanjutnya, Jika manusia memiliki 2 dimensi bagaimanakah hubungan diantara keduanya? Dan bagaimanakah proses terciptanya nafs/jiwa dalam diri manusia?. Demikianlah sederet pertanyaan yang mesti ditemukan jawabannya. Karena jawabannya dari pertanyaan2 itu akan berimplikasi terhadap tiga hal yaitu:
Untuk membuktikan keberadaan nafs/jiwa, maka sebelumnya dibahas dengan cara apa manusia memiliki pengetahuan tentang dirinya. Apakah dengan cara pengetahuan Khusuli(representatif/korespondensi) ataukah dengan cara khuduri (Presentatif/kehadiran)?
Pengetahuan khusuli adalah pengetahuan yang didapatkan melalui persepsi indra terhadap fenomena diluar diri manusia. Atau dalam kata lain, kaitan antara sesuatu yang ada dalam konsepsi dengan sesuatu yang ada diluar. Jika kita memperoleh pengetahuan terkait tentang nafs dengan cara seperti ini itu berarti nafs manusia itu terpisah dari dirinya dan hanya bisa dipersepsi melalui indera, oleh karena itu berarti nafs/jiwa adalah sesuatu yang materi. Jika nafs adalah materi tentu saja kita harus menerima klaim kaum empiris/ materialis dan konsep-konsepmengenai Tuhan dan eskatologi harus ditolak. Akan tetapi konsepsi manusia terkait tetang dirinya pada dasarnya tidaklah bersumber dari sesuatu diluar dirinya. Justeru manusia mengkonsepsi sesuatu diluar dirinya hanya untuk mencocokkannya dengan konsep tentang dirinya sendiri, misalnya konsepsi manusia tentang kabahagiaan, konsep ini tidak bersumber darisesuatu diluar manusia, tapi konsep tersebut hadir dalam diri manusia dan mendorong manusia untuk memenuhinya, karena itu kemudian manusia melakukan pencarian terkait sesuatu diluar dirinya untuk memenuhi dorongan tersebut. Misalnya ; manusia berupaya menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Karena menurutnya hal itu untuk memenuhi dorongan dirinya untuk bahagia.(L)
0 komentar: