NAFS (bagian pertama)

0
22.49

        Dan kami menjadikannya makhluk yang lain, maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik. Tuhan, Manusia dan Dunia adalah tiga hal yang senantiasa menjadi tema pokok  pembahasan Filsafat Agama sepanjang sejarah. Seluruh jerih payah para filosof, kaum teolog dan ilmuan lainnya diarahkan untuk memecahkan dan mendapatkan jawaban yang memuaskan mengenai ketiga hal tersebut. Karena hasil dari perenungan-perenugan itu kemudian akan membantu manusia dalam  merumuskan system-sistem yang akan dipakai dalam menjalanikehidupan baik sebagai individu apalagi dalam kehidupan bermasyarakat.

 

        Salah satu sub pembahasan yang urgen terkait manusia adalah pembahasan tentang jiwa /nafs. Disebut urgent karena sebelum manusia membuktikan keberadaan sesuatu diluar dirinya, maka terlebih dahulu dia harus membuktikan keberadaan dirinya. Apakah manusia terdiri dari dua dimensi yakni dimensi ruh dan badan, sebagaimana yang lazim dikatakan oleh kaum teolog, ataukah manusia haya terdiri dari jasad material sebagaimana yang biasa diceramahkan oleh kaum empiris materealis ?. Selanjutnya, Jika manusia memiliki 2 dimensi bagaimanakah hubungan diantara keduanya? Dan bagaimanakah proses terciptanya nafs/jiwa dalam diri manusia?. Demikianlah sederet pertanyaan yang mesti ditemukan jawabannya. Karena jawabannya dari pertanyaan2 itu akan berimplikasi terhadap tiga hal yaitu:

1.
1. Pembuktian dan pengenalan terhadap Tuhan. Sebagaimana kata Socrates bahwa barangsiapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya. Pengenalan yang dimaksudkan oleh Socrates tentu saja bukanlah pengenalan terkait dengan kondisi fisik manusia tapi pengenalan terhadap hakikat jiwanya dan tujuan penciptaannya. Pengenalan terhadap ke dua hal tersebut akan mengantarkan manusia kepada pengenalan terhadap Tuhan. Akan tetapi pernyataan Socrates itu hanya akan bermakna apabila manusiamampu membuktikan keberadaan Nafs/jiwanya.
2.
2. Ma’ad atau Teleologi.yakni ilmu yang membahas tentang hari akhir. Sebagaimana yang sering kita dengar dari para agamawan, bahwa kehidupan tidak terbatas hanya di dunia saja, tapi terdapat kehidupan di alam lain setelah manusia meninggal yang disebut akhirat. Di alam itu, manusia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya, dan baginya disediakan dua tempat. Tentu saja. Di pembahasan ini kaum  teolog berselisih pendapat, bahwa apakah di akhirat nanti yang dimintai pertanggung jawaban adalah ruh manusia saja, ataukah juga jasad manusia akan dibangkitkan kembali. Akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah pembuktian keberadaan maad sendiri yang mesti dikaji terlebih dahulu dan tentu saja ini hanya bisa dilakukan apabila sebelumnya kita mampu membuktikan keberadaan nafs
3.
3. Kesempurnaan manusia. Terdapat beberapa pandangan terkait ukuran kesempurnaan manusia yang bersembur dari pandangan epistemologisnya. Kaum humanis beranggapan bahwa manusisempurna adalah manusia yang mampu melepaskan dirinya dari segala bentuk ikatan yang memenjarakan manusia dan menghalangi manusia dari megaktualkan potensi-potensinya. Baik ikatan agama, budaya bahkan yang lebih ekstrim norma2 yang berlaku di masyarakat juga adalah bentuk ikatan yang memenjarakan manusia. Lahirnya film-film superhero seperti superman,dll. adalah proyeksi dari pandangan ini. Selain itu bagi kaum kapitalis ukuran kesempurnaan manusia dilihat dari seberapa banyak dia memiliki modalmenguasai alat-alat produksi dan media informasi. Bagi kaum fhilosof manusia dianggap sempurna apabila dia mampu mengaktualkan potensi akalnya dan memiliki pengetahuan  yang mendalam mengenai manusia itu sendiri serta realitas diluar dirinya. Bagi kaum Teolog manusia sempurna dilihat dari penghambaannya terhadap Tuhan. Adapun bagi kaum arif  ukuran manusia sempurna adalah kadar kedekatannyaterhadap Tuhan. Pandangan yang berbeda diatas itu lahir dari perbedaan pandangan terkait keberadaan Nafs/jiwa.

 

        Untuk membuktikan keberadaan nafs/jiwa, maka sebelumnya dibahas dengan cara apa manusia memiliki pengetahuan tentang dirinya. Apakah dengan cara pengetahuan Khusuli(representatif/korespondensi) ataukah dengan cara khuduri (Presentatif/kehadiran)?

 

        Pengetahuan khusuli adalah pengetahuan yang didapatkan melalui persepsi indra terhadap fenomena diluar diri manusia. Atau dalam kata lain, kaitan antara sesuatu yang ada dalam konsepsi dengan sesuatu yang ada diluar. Jika kita memperoleh pengetahuan terkait tentang nafs dengan cara seperti ini itu berarti nafs manusia itu terpisah dari dirinya dan hanya bisa dipersepsi melalui indera, oleh karena itu berarti nafs/jiwa adalah sesuatu yang materi. Jika nafs adalah materi tentu saja kita harus menerima klaim kaum empiris/ materialis dan konsep-konsepmengenai Tuhan dan eskatologi harus ditolak. Akan tetapi konsepsi manusia terkait tetang dirinya pada dasarnya tidaklah bersumber dari sesuatu diluar dirinya. Justeru manusia mengkonsepsi sesuatu diluar dirinya hanya  untuk mencocokkannya dengan konsep tentang dirinya sendiri, misalnya konsepsi manusia tentang kabahagiaan, konsep ini tidak bersumber darisesuatu diluar manusia, tapi konsep tersebut hadir dalam diri manusia dan mendorong manusia untuk memenuhinya, karena itu kemudian manusia melakukan pencarian terkait sesuatu diluar dirinya untuk memenuhi dorongan tersebut. Misalnya ; manusia berupaya menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Karena menurutnya hal itu untuk memenuhi dorongan dirinya untuk bahagia.(L)

About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

0 komentar: